Laman

Rabu, 25 November 2009

Menyikapi Kemerdekaan


Ayat bacaan: Galatia 5:13
============ ========
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih."

Mengingat pemilihan presiden beberapa bulan lalu, saya teringat akan perjalanan panjang bangsa ini dalam berdemokrasi. Sudah 11 tahun kita menjalani masa reformasi. Masa-masa dimana kebebasan berpendapat dikekang oleh rezim lama yang sudah berlalu. Orang bebas menyampaikan unek-uneknya, keluhannya, bahkan berdemo pun sepanjang tidak mengarah pada tindak anarkis sudah menjadi hal yang biasa saat ini. Kebebasan, kemerdekaan, adalah sesuatu yang patut disyukuri. Tapi sayang, ada banyak orang yang terlena dengan kemerdekaan di era reformasi, sehingga mereka menyikapi kemerdekaan dengan salah kaprah. Mereka menganggap mereka boleh bebas berbuat apa saja tanpa batas. Memaksakan kehendak dengan kekerasan adalah salah satunya, bahkan ada kelompok-kelompok yang berani mengatasnamakan Tuhan untuk menindas saudara-saudara sebangsa dan setanah airnya sendiri. Salah seorang teman pernah berkata bahwa tampaknya negara kita belum siap untuk dihadiahi kemerdekaan dan kebebasan. "Belum saatnya kita reformasi. Jauh lebih baik keadaannya ketika kita masih dikekang. Kita ternyata masih bangsa yang harus diikat, dicambuk dan disuapi agar aman.." katanya. Terdengar agak berlebihan memang, but he got a point. Ada banyak orang yang terlena dalam sebuah kemerdekaan sehingga tidak tahu bagaimana harus menyikapi sebuah kemerdekaan itu.

Alkitab memberi peringatan mengenai bagaimana cara menyikapi kemerdekaan. Kita adalah orang-orang yang sudah dimerdekakan dari dosa dan berbagai kuk perhambaan. Kristus sendirilah yang telah memerdekakan kita. (Galatia 5:1). Demikian kata Yesus: "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Tuhan memberikan kebebasan untuk melakukan apa saja. Dalam hal penggunaan waktu, bergaul, berusaha/bekerja/ berbisnis, dan sebagainya. Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti robot, atau seperti kerbau dicocok hidung. Tidak, Tuhan mengasihi kita sehingga Dia memberi kehendak bebas kepada kita, termasuk di dalamnya segala konsekuensi yang menyertai apapun keputusan yang kita ambil. Kita bisa hidup sesuai firman Tuhan, tapi kita bisa pula terjerumus dalam berbagai bentuk dosa. Dan ingatlah semua itu ada konsekuensinya. Kita diberikan kemerdekaan, namun hendaklah kita mempergunakan kemerdekaan itu dengan baik dan tidak memanfaatkan itu untuk malah berbuat dosa. Demikian yang diingatkan oleh Paulus. "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Benar bahwa Allah menyediakan pengampunan untuk dosa kita, tapi janganlah menyalahgunakan kasih Tuhan itu sebagai kesempatan untuk terus hidup dalam dosa. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengelak dari konsekuensi akibat dosa-dosa yang kita lakukan. Dan pada saatnya nanti, segala perbuatan dan perkataan kita haruslah kita pertanggungjawabkan di hadapanNya.

"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Itu pesan Petrus mengenai cara hidup yang baik sebagai orang merdeka. Lebih lanjut Petrus mengatakan: "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (ay 17). Ini pesan penting dalam menyikapi kemerdekaan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Jika hari ini Tuhan memberikan berkat kesehatan, keuangan, keluarga yang bahagia, pekerjaan yang baik dengan segala kebebasan yang ada di dalamnya, pergunakanlah itu semua dengan penuh tanggung jawab. Tetaplah berhati-hati dalam menyikapi kemerdekaan yang ada, dan janganlah jatuh pada godaan yang siap membuat kita ingin menyalahgunakan kemerdekaan yang telah Dia berikan.

Kebebasan diberikan Tuhan bukanlah sebagai peluang untuk berbuat dosa


Sabtu, 14 November 2009

Jangan Lemah

=======================
"Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh."

Sepanjang perjalanan hidup saya hingga hari ini saya bertemu dengan beberapa orang yang menjadi lemah akibat luka masa lalu mereka. Luka yang masih belum sembuh ternyata membawa pengaruh buruk bagi kehidupan mereka. Kehilangan jati diri, kehilangan harga diri, merasa diri tidak berharga, sehingga mereka gampang dipermainkan dan dimanfaatkan orang lain. Ironisnya, banyak diantara mereka yang merasa tidak sanggup melepaskan diri dari orang-orang yang terus menyakiti mereka. Tidak hanya luka masa lalu, namun berbagai permasalahan dalam hidup yang bertubi-tubi pun bisa melemahkan tubuh, hati dan jiwa kita. Bahkan ketika iman kita menjadi merosot, roh kita pun akan melemah. Kehilangan pegangan dan pengharapan bisa terjadi dan itu sangat beresiko kepada perjalanan hidup kita baik di bumi maupun kelak di fase berikutnya. Jika tidak hati-hati, hidup bisa hancur dan kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh tempat kelak di Surga.

Ada kalanya tekanan hidup yang begitu bertubi-tubi dan pelajaran pahit dari masa lalu harus kita hadapi. Ada kalanya kita harus menjalani konsekuensi dari sebuah keputusan yang salah di masa lalu. Penulis Ibrani mengatakan demikian: "Sebab mereka (orang tua kita) mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ketika kita didisplinkan tentu tidak nyaman rasanya. Namun semua itu bisa mematangkan kita. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Selanjutnya Penulis Ibrani mengatakan: "Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh." (ay 12-13). Kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menjadi lemah dan goyah agar kita bisa terus berjalan lurus dalam kondisi baik dan tidak pincang. Ingatlah bahwa iblis akan terus mencari kesempatan untuk merusak hati dan pikiran kita ketika kita sedang dalam keadaan lemah. Bukan saja iblis, tapi orang-orang yang jahat pun siap memanipulasi kita, memanfaatkan diri kita demi keuntungan mereka apabila kita lemah. Karena itu kita harus kuat dan tegar.

Orang yang menyerah kalah dan memilih untuk terus terperangkap dalam keadaan lemah dan pincang tidaklah berkenan di hadapan Tuhan. "Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." (Ibrani 10:38) Penulis Ibrani mengingatkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, seharusnya kita ada dalam posisi yang penuh ketekunan dan ketaatan sebagai orang-orang percaya sehingga beroleh keselamatan. (ay 39). Mungkin kita tidak cukup kuat untuk melepaskan diri dari belenggu masa lalu, berbagai kepahitan atau permasalahan. Manusia memang terbatas, namun Yesus sanggup melakukan itu semua! Adalah penting untuk memperkuat diri kita agar tidak mudah diserang. Dan caranya adalah dengan memenuhi diri kita dengan asupan firman Tuhan secara terus menerus. Rajin-rajinlah mendengar dan membaca firman Tuhan, rajinlah berdoa, dekatkan diri kepada Tuhan, teruslah mengucap syukur dan fokuskan pandangan senantiasa kepadaNya. Jadikan iman kita pada Kristus sebagai pegangan hidup. Itu akan membuat kita tidak gampang jatuh menjadi lemah dan mudah goyah. Secara singkat Daud menyebutkannya demikian: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mazmur 16:8). Seperti halnya satu atau dua bagian tubuh yang mengalami masalah bisa menimbulkan kesulitan besar bagi kita, begitu pula ketika tubuh, jiwa atau roh kita menjadi lemah. Iblis akan terus mengincar titik-titik lemah kita sebagai pintu masuk untuk menghancurkan kita. Begitu pula orang-orang yang punya niat buruk. Karenanya, tetaplah jaga tubuh, jiwa dan roh kita agar tetap kuat. Jangan beri kesempatan kepada yang jahat. Tetaplah berdiri tegar agar kita bisa terus melangkah dengan benar hingga akhir.

Membiarkan diri dalam kondisi lemah berlarut-larut berarti membuka peluang bagi yang jahat untuk menghancurkan kita



Sumber: http://Renungan-harian-online.blogspot.com

Belajar Dari Empat Binatang Kecil (2) : Pelanduk

Ayat bacaan: Amsal 30:26

============ =======
"pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu"

Pelanduk adalah sejenis hewan menyusui yang berukuran kecil. Masih tergolong keluarga rusa, tapi ukuran pelanduk dewasa kira-kira sama dengan kelinci. Hewan ini kecil dan lemah. Bayangkan jika hewan berukuran kecil ini berkeliaran bebas di hutan belantara. Pelanduk akan dengan mudah menjadi santapan hewan-hewan lain yang lebih besar darinya. Burung elang misalnya, akan dengan mudah menyambar pelanduk dan memangsanya. Begitu pula ular, dan hewan-hewan buas lainnya. Bagaimana pelanduk mampu melindungi dirinya? Ternyata pelanduk cukup bijaksana untuk membuat rumahnya di bukit batu. Pelanduk melindungi dirinya dari keganasan rimba dengan cara berlindung di balik bebatuan. Jika tidak demikian, rasanya mustahil bagi pelanduk untuk dapat bertahan hidup. Alkitab Perjanjian Lama pun menyebutkan bahwa gunung tinggi dan bukit batu adalah tempat perlindungan bagi pelanduk. (Mazmur 104:18).

Salah satu hikmat mengenai empat hewan kecil yang berasal dari Agur adalah mengenai pelanduk. Ayat ini sungguh menarik, karena menggambarkan bagaimana sebuah spesies lemah mampu bertahan hidup dengan cara membangun rumahnya di bukit batu. Tidak jauh berbeda dengan pelanduk, kita manusia pun sangat lemah. Terjangan masalah, badai problema hidup, kegoncangan dan pergumulan yang kita hadapi sehari-hari cepat atau lambat akan membuat kita menjadi lemah dan tidak berdaya. Ketika hal seperti itu terjadi, celah untuk masuknya dosa pun akan terbuka. Betapa rentan nya manusia, seperti halnya pelanduk.

Kalau begitu, kita bisa belajar dari pelanduk. Ketika pelanduk membangun rumah di bukit batu, kita pun juga sebaiknya demikian. Mari kita lihat apa yang diajarkan Yesus. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu." (Matius 7:24-25). Itu buat orang yang mendengar dan melakukan firman Tuhan. Jika sebaliknya? Ini yang terjadi: "Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (ay 26-27). Ketika kita menyadari bahwa sekuat-kuatnya kita manusia, kita tetaplah manusia yang lemah, hendaknya kita mau membangun hidup kita di atas "batu". Rumah yang dibangun dengan pondasi kuat tentu tidak rubuh meski digoncang angin badai sekalipun. Sekarang mari kita fokus pada kata "batu". Dalam Perjanjian Lama dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan bukit/gunung batu itu tidak lain adalah Tuhan sendiri. "Sebab siapakah Allah selain dari TUHAN, dan siapakah gunung batu kecuali Allah kita?" (Mazmur 18:31). Atau lihat ayat ini: " TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!" (Mazmur 18:2). Daud begitu menyadari bahwa gunung batu tempat perlindungan yang kuat dan teguh ada pada Tuhan sendiri. Lalu dalam Perjanjian Baru kita melihat bahwa yang dimaksud dengan batu itu adalah Kristus. "dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus." (1 Korintus 10:4).

Ingatlah bahwa sehebat-hebatnya kita, kita tetaplah manusia yang lemah dan mudah hancur. Kekuatan dan perlindungan ada pada Kristus, gunung batu kita. Mari kita semua mulai membangun hidup kita, keluarga kita, pekerjaan dan pelayanan kita di atas Gunung Batu, biarlah Kristus bertahta di atas segala sendi kehidupan kita, sehingga kita mampu tegar menghadapi persoalan apapun yang menimpa kita. Bersama Kristus, kita yang lemah akan dikuatkan. Haleluya!

Belajarlah dari pelanduk yang tahu bahwa perlindungan ada pada bukit batu